HUBUNGAN INTERPERSONAL
A. Pengertian Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
B.
Model Model Hubungan Interpersonal
·
Model
pertukaran sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan
sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka
uatama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut,
“asumsim dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.
“ Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok
dalam teori ini. Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang
diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan
sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegannya. Nilai suatu ganjaran
berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang
satu dengan waktu yang lain.buat orang kaya, mungkin penerimaan sosial lebih
berharga dari pada uang. Buat orang miskin, hubungan interpersonal yang dapat
mengatasi kesulitan ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang
menambah pengetahuan. Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi
dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan,
dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menhabiskan
sumberkekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak
menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan
orang yang terlibat di dalamnya.
·
Model Analisis
Transaksional
Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu
pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat
dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan
kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.
Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh
klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan
yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk
membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
C. Memulai Hubungan
Pembentukan kesan dan ketertarikan interpersonal dalam memulai hubungan:
Tahap ini
sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan
hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang
permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi
dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya
identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan,
mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang
dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan
keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles
R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh
kategori, yaitu:
Ø
informasi
demografis
Ø
sikap dan
pendapat (tentang orang atau objek)
Ø
rencana yang
akan datang
Ø
kepribadian
Ø
perilaku pada
masa lalu
Ø
orang lain
Ø
hobi dan minat
Proses pembentukan kesan :
1.
Stereotyping
Seorang guru ketika menghadapi murid-muridnya yang bermacam-macam,
ia akan mengelompokkan mereka pada konsep-konsep tertentu; cerdas, bodoh,
cantik, jelek, rajin, atau malas. Penggunaan konsep ini menyederhanakan bergitu
banyak stimuli yang diterimanya. Tetapi, begitu anak-anak ini diberi kategori
cerdas, persepsi guru terhadapnya akan konsisten. Semua sifat anak cerdas akan
dikenakan kepada mereka. Inilah yang disebut stereotyping.
Stereotyping ini juga menjalaskan terjadinya primacy
effect dan halo effect yang sudah kita jelaskan dimuka. Primacy effect secara
sederhana menunjukkan bahwa kesan pertama amat menentukan; karena kesan itulah
yang menentukan kategori. Begitu pula, halo effect. Persona stimuli yang sudah
kita senangi telah mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada kategori
itu sudah disimpan semua sifat yang baik.
2.
Implicit
Personality Theory
Memberikan kategori berarti membuat konsep. Konsep
“makanan” mengelompokkan donat, pisang, nasi, dan biscuit dalam kategori yang
sama. Konsep “bersahabat” meliputi konsep-konsep raman, suka menolong, toleran,
tidak mencemooh dan sebagainya. Disini kita mempunya asumsi bahwa orang ramah
pasti suka menolong, toleran, dan tidak akan mencemooh kita. Setiap orang
mempunyai konsepsi tersendiri tentang sifat-sifat apa yang berkaitan dengan
sifat-sifat apa. Konsepsi ini merupakan teori yang dipergunakan orang ketika
membuat kesan tentang orang lain. Teori ini tidak pernah dinyatakan, kerena itu
disebut implicit personality theory. Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua
psikolog, amatir, lengkap dengan berbagi teori kepribadian. Suatu hari anda
menemukan pembantu anda sedang bersembahyang, anda menduga ia pasti jujur,
saleh, bermoral tinggi. Teori anda belum tentu benar, sebab ada pengunjung
masjid atau gereja yang tidak saleh dan tidak bermoral.
3.
Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan
karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak (Baron dan
Byrne, 1979:56). Atribusi boleh juga ditujukan pada diri sendiri (self
attribution), tetapi di sini kita hanya membicarakan atribusi pada orang lain.
Atribusi merupakan masalah yang cukup poupuler pada dasawarsa terakhir di
kalangan psikologi sosial, dan agak menggeser fokus pembentukan dan perubahan
sikap. Secar garis besar ada dua macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi
kejujuran. Fritz Heider (1958) adalah yang pertama menelaah atribusi
kausalitas. Menurut Heider, bila kita mengamati perilaku sosial, pertama-tama
kita menentukan dahulu apa yang menyebabkannya; factor situasional atau
personal; dalam teori atribusi lazim disebut kausalitas eksternal dan
kausalitas internal.
D. Hubungan Peran
1.
Role
Model atau model peran
adalah
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap
orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan
dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role
expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role
skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada
kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan
peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu
ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
2.
Konflik
Konflik
dalam pembahasan hubungan interpersonal adalah pertentangan antar seseorang
dengan orang lain karena adanya perbedaan kepentingan atau keinginan. Hal ini
biasanya terjadi pada dua orang yang mempunyai perbedaan status, jabatan,
bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika
yang sangat penting dalam perilaku organisasi.
3.
Adequancy Peran
dan Autentisitas dalam Hubungan Peran
Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang
sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang
menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi
tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang
lain menyangkut peran-peran tersebut.
E. Intimasi Dan Hubungan Pribadi
Sebagai konsekuensi adanya daya tarik menyebabkan
interaksi sosial antar individu menjadi spesifik atau terjalin hubungan intim.
Orang-orang tertentu menjadi istimewa buat kita, sedangkan orang lain tidak.
Orang-orang tertentu menjadi sangat dekat dengan kita, dibandingkan orang lain.
Adapun bentik intim terdiri dari persaudaraan, persahabatan, dan percintaan.
Lebi h jauh mengenai bentuk-bentuk hubungan intim tersebut daoat dijelaskan
pada bagian berikut :
1.
Persaudaraan
Hubungan intik ini didasarkan pada hubungan darah.
Hunungan intim interpersonal dalam persaudaraan terdapat hubungan inti ssperti dalam
keluarga kecil. Pada persaudaraan itu didlamnya terkandung proximitas dan
keakraban.
2.
Persahabatan
Persahabatan biasanya terjadi pada dua individu yang
didasarkan pada banyak persamaan. Utamanya persamaan usia. Hubungan dalam
persahabatan tidak hanya sekedar teman, lebih dari itu diantara mereka terjalin
interaksi yang sangat tinggi sehingga mempunyai kedekatan psikologis. Indikasi
atau tanda-tanda bila dalam hubungan interpersonal terjadi persahabatan yaitu:
sering bertemu, merasa bebas membuka diri, bebasmenyatakan emosi, dan saling
tergantung diantara mereka.
3.
Percintaan
Persahabatan antar pria dan wanita bisa berubah mejadi
cinta, jika dua individu itu merasa sebagai pasangan yang potensial seksual.
Dalam suatu persahabatan, dapat melahirkan satu proses yang namanya jatuh
cinta. Hal ini terjadi karena ada dua perbedaan mendasar antara persahabatan
dan cinta.
F. Intimasi Dan Pertumbuhan
Untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman
tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan
siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi
diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan
kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan
lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima,
dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan
hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat
dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita
adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat
disebabkan karena :
·
Kita tidak
mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
·
Kita tidak
menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
·
Kita tidak
percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang
rahasia.
·
Kita dibentuk
menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
·
Kita memulai
pacaran bukan dengan cinta yang tulus.
Sumber:
Supratiknya,A. 1995. Mengenali Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
Komentar
Posting Komentar